Artikel Baru

Artikel baru mengenai persahabatan antar dua kolese di Indonesia (Loyola dan De Britto), pengalaman ekskursi ke panti asuhan, dan pengalaman live in dapat ditemukan di bagian “Artikel”.

Berikut ini cuplikan ketiga artikel tersebut:

 

Kolese Bersatu: Loyola dan De Britto

“Hal menarik dari pertandingan demi pertandingan selama tiga hari tersebut adalah bagaimana supporter dari Loyola dan De Britto berkolaborasi secara kompak dan bisa jadi menimbulkan keheranan bagi pesaing-pesaing mereka. Baik supporter Loyola dan De Britto dikenal sebagai supporter yang ramai dan menarik. Pada pertandingan di Jumat malam, anak-anak Loyola rela datang lebih awal demi menyaksikan pertandingan “saudara se-kolese” mereka dan anak-anak De Britto rela pulang lebih malam untuk memberikan dukungan yang sama. Supporter gabungan (Loyola dan De Britto)  mendengar kemeriahan setengah hati dari supporter lawan mereka. Kejadian yang sama berulang pada malam ini, ketika Loyola bertanding lebih dulu dan De Britto bertanding belakangan. Anak-anak JB (John de Britto) dan LC (Loyola College) bersama-sama menyanyikan yel-yel atau lagu-lagu yang menyuarakan kebersamaan mereka. Salah satu lagunya mereka bernyanyi, “dalam Yesus, JB – LC bersaudara”.Belum lagi anak-anak LC dan JB bergantian bermain drum. Juga nyanyi dan gerak harmonis menjadi satu gerak. Anak-anak JB ikut bernyanyi keras-keras, “Go LC, go LC, go, go …” Sebaliknya, anak-anak LC juga tak kalah seru, “De Britto, woo, woo, wooo …”.

 

Mereka yang Pantas Dicintai

“Satu hal yang aku inginkan adalah suatu hari nanti aku akan kembali bertemu mereka dan mendengar kabar bahwa mereka semua sudah meraih cita-cita mereka. Seperti seorang perempuan mungil yang masih duduk di bangku TK A saat ini, ia ingin menjadi Polwan ketika sudah besar nanti. Cita-cita yang tidak pernah aku dengar sebelumnya, tetapi sekarang telah masuk di dalam kesadaranku karena itu adalah milik sahabat kecilku. Terima kasih sahabat-sahabat kecilku karena kalian telah mengajariku arti kehidupan yang sesungguhnya.”

 

Harta yang Paling Berharga adalah Keluarga

“Live in yang berlangsung pada tanggal 15-19 April 2011 mengajarkan aku banyak pelajaran hidup yang berharga. Selama live in kemarin, aku tinggal di desa Tepus, Wonosari, tepatnya di dusun Gembuk. Aku tinggal dalam keluarga bersama ibu asuhku saja, Ibu Tutini. Suami Ibu Tutini telah meninggal. Di rumah, ibu hanya tinggal seorang diri. Aku yakin ibu pasti merasa kesepian setiap harinya karena ia hanya tinggal seorang diri di rumah. Suasana rumah tersebut benar-benar sepi. Ibu bercerita kalau suaminya, alm. Bp. Jupri, telah meninggal dunia 3 tahun yang lalu karena sakit.”

 

Semua tulisan ini semata-mata kami persembahkan bagi kemuliaan Tuhan yang lebih besar.

AMDG!

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *