Live In 2024 by Agnes Cheryl Kirana Putri Frael

Setelah menjalani proses Live In selama 5 hari 4 malam, tentunya banyak hal yang sudah terjadi dan banyak juga nilai-nilai yang didapatkan selama proses Live In. Ada banyak pengalaman baru yang bisa didapatkan dan menjadikan Sragen sebagai rumah kedua bagi kami. 

 

Pada hari pertama kita datang di daerah Karangmalang, kita sudah disambut dengan baik dan bisa berkenalan dengan masing-masing anggota keluarga. Di daerah Karangmalang ini kami mendapatkan keluarga yang beranggotakan 4 orang dengan bapak yang bekerja sebagai freelance untuk teknisi, tukang pijat urut, dll dan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga serta dua anak perempuan yang berumur 12 dan 8. Dulunya ibu memiliki usaha salon di rumah, namun sudah tutup karena dirasa tidak menjamin. Setelah berkenalan dengan anggota keluarga, kita mencoba mendekatkan diri dengan mengobrol bersama mereka, terkhusus dengan anak-anaknya. Cara kita untuk mendekati mereka adalah dengan mengajak bermain, membantu mengerjakan tugas, menanyakan sesuatu tentang mereka. Pada hari pertama ini,  tak terasa bahwa kami sudah melaksanakan nilai UAP yaitu penjelajahan bersama orang muda.

 

Di hari yang kedua, kami diajak untuk pergi ke peternakan kambing milik ayah dari bapak. Di sana kami bisa belajar banyak hal, mulai dari cara memberi makan kambing, cara memberikan susu ke kambing yang masih muda, cara membuat pakan kambing. Itu semua merupakan pengalaman baru bagi kami, sehingga itu benar-benar berkesan. Di peternakan itu juga, kami bisa menjadi bertemu dengan beberapa saudara dari bapak dan mengobrol bersama. Kami juga menambah pengalaman dengan membantu memasak. Di sore harinya, kami diajak untuk ikut ke pertemuan ibadat APP, disana kami menjadi bisa berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Pada hari kedua ini, kami melaksanakan nilai 4C dan UAP yaitu Compassion karena bisa membantu dan menunjukan jalan menuju Allah karena bisa mengikuti ibadat APP. 

 

Di hari ketiga, kami lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan membantu memasak air menggunakan kayu, membantu memasak dengan membuat bakwan jagung, sayur oseng, dan tempe goreng, bermain sepeda bersama anak-anak dari keluarga asuh kami. Kami merasa senang karena bisa menambah pengalaman-pengalaman baru. Dengan menghabiskan waktu di siang hari bersama anak-anak di keluarga asuh tersebut, bisa menjadikan kami lebih dekat dengan mereka. Di sore harinya. kami diajak untuk mengikuti ibadat pengakuan dosa dan melakukan sakramen tobat. Di situ kami sangat senang karena bisa bertemu dengan teman-teman lainnya yang satu wilayah dengan kami. Kami bersyukur bisa saling membagikan cerita tentang keseharian yang kami jalani. Pada hari ketiga ini, kami melaksanakan nilai 4C dan UAP yaitu Compassion karena bisa membantu memasak dan menunjukan jalan menuju Allah karena bisa mengikuti ibadat tobat.

 

Di hari keempat, kami berkunjung ke daerah Mojo Wetan. Di sana kami bisa bertemu dan berkenalan dengan keluarga baru yang beranggotakan 4 orang dengan seorang bapak yang bekerja sebagai koster gereja dan ibu yang bekerja sebagai pengusaha catering serta dua anak laki-laki yang sedang duduk di kelas 2 SMP dan 1 SD. Kami menambah pengalaman lagi dengan membantu ibu tersebut menyiapkan catering dan juga membantu tetangga dari keluarga asuh tersebut yang berjualan bubur tumpang dan nasi pecel. Di sore harinya, kami diajak untuk ikut ke wisata Gua Maria Ngrawoh, disana kami bisa bertemu dengan teman-teman dari berbagai wilayah dan bisa saling menceritakan pengalaman yang telah dijalani. Pada hari keempat ini, kami melaksanakan nilai 4C dan UAP yaitu Compassion karena bisa membantu memasak dan berjualan dan penjelajahan bersama orang muda karena bisa mengikuti ibadat APP.

 

Di hari kelima, kami diajak untuk sarapan makan mie godhog bersama dengan teman-teman satu wilayah lainnya sebagai bentuk perpisahan. Hingga akhirnya kita kembali berkumpul ke Gereja Paroki Sragen untuk bertemu dengan teman-teman dari berbagai wilayah dan saling bercerita tentang kegiatan yang sudah mereka jalani. Hari kelima ini ditutup dengan perayaan Ekaristi. 

 

Dari pengalaman lima hari proses Live In tersebut, kami menjadi bersyukur dan tersadarkan bahwa ada banyak hal yang sudah kami lakukan selama ini. Dengan adanya proses live in kami bisa menjadi melihat pandangan lain tentang hidup bahwa masih banyak orang diluar sana yang bekerja keras untuk dapat melanjutkan hidup.