Kisah Benedict Giovanno Wijaya Penerima Beasiswa Indonesia Maju

 

15 Desember 2022, “Mau minta tolong disampaikan kepada ananda Benedict Giovanno Wijaya (XI H/5) untuk menghubungi Bu Etik. Dia mendapatkan kesempatan diusulkan sebagai calon penerima beasiswa Kemenko Marves RI. Hari ini rencananya akan ada briefing di zoom meeting jam 11.00. Suwun.”

Perjalananku dimulai dari chat WhatsApp dari Pak Jack, wali kelasku kelas 10 dan 11. Sehari setelah penerimaan rapot kelas 11 semester 1, aku diberi kesempatan untuk menjadi calon penerima beasiswa ini, Beasiswa Indonesia Maju Taman Sains Angkatan 3 (BIM TS 3).

Perasaanku saat itu campur aduk. Aku yang pada saat itu baru saja gagal menjadi calon DKKL ternyata diberi kesempatan lain oleh Tuhan. Aku bingung apakah aku harus menerimanya atau tidak, karena jika aku menerimanya, aku diharuskan untuk meninggalkan rumahku dan keluargaku di Loyola selama 1,5 tahun untuk pembinaan. Singkat cerita, aku memutuskan untuk ikut. Eh ternyata, aku lolos dan menjadi salah satu dari dua penerima beasiswa ini dari SMA Kolese Loyola. Perasaanku saat itu semakin campur aduk. Aku tidak rela meninggalkan teman-temanku disini dan harus memulai perjalananku dari nol lagi. Namun, saat itu orang tuaku berkata, “Kalau enggak sekarang, kapan lagi? Kesempatan engga datang dua kali.” Disaat itulah aku sadar bahwa kesempatan ini tidak akan terulang lagi. Keputusanku bulat dan dalam seminggu aku terbang ke Bali untuk memulai program pembinaan dari beasiswa ini. Beasiswa ini terdiri dari total 50 anak dari 3 daerah: Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan Bali yang akan dipersiapkan untuk kuliah ke luar negeri. Pembinaan yang akan aku dapatkan adalah mengenai persiapan IELTS, SAT, Calculus I, Physics, dan juga sedikit Programming Language.

Awal 2 bulan pertama pembinaan adalah saat-saat paling berat bagiku. Semua bagiku terasa asing. Tak kenal siapa, ada dimana, dan juga mau apa. Aku datang dengan tangan kosong, tidak ada persiapan sebelumnya. Sementara yang lainnya, sudah memiliki persiapan dan jauh lebih tinggi diatasku. Aku yang biasanya bisa paham pelajaran sekolah dengan mudah, disini aku merasa paling bodoh. Aku merasa semua lebih pintar dari diriku, dan disaat itulah aku kehilangan arah dan merasa tidak pede.

Namun, semua itu bisa aku lewati pelan-pelan, berkat support dari keluarga dan teman-temanku di Loyola. Kian lama, semangatku kembali lagi, dan aku sadar bahwa aku tidak bisa sama seperti aku yang dulu, yang bisa santai-santai, main-main. Lingkunganku sudah berbeda, aku juga harus merubah diriku untuk menjadi lebih giat dan tekun lagi. Karena itu semua, aku pelan-pelan mengejar teman-temanku disana, dan hal ini membuat percara diriku sedikit demi sedikit kembali lagi.

Di saat itulah aku bisa mulai settle sedikit dan mulai untuk explore. Aku yang selama ini hanya bergaul dengan anak-anak yang berasal dari Jawa Tengah saja, memulai untuk memperbesar ruang lingkupku mencoba mendekat ke teman-teman yang lainnya. Disitulah kami juga terpikirkan dengan ide-ide untuk memulai project sosial yang dapat membantu warga Bali. Program ini mendatangkan profesor-profesor lulusan universitas luar negeri seperti MIT dan Harvard untuk sharing, menceritakan kontribusi apa yang sudah beri dalam research nya, bagaimana keadaan dunia sekarang dan di masa yang akan datang, untuk memberi kami referensi dan juga inspirasi sebagai calon-calon professor juga nantinya.

Dengan bantuan para mentor disana juga, kami menghasilkan beberapa project sosial. Salah satunya adalah project yang aku dan teman-temanku kembangkan yaitu pendaur ulangan sampah botol plastik menjadi filament 3D printer dengan tema frugal yang sedang populer di saat itu, yang kami namakan Phanes. Kemudian kami semua diberi kesempatan untuk memamerkan project kami ke beberapa event showcase, seperti Cities of Well-being dan Jimbaran Festival yang diadakan oleh Fab Lab Bali.

Selain itu, aku juga mendapatkan kesempatan untuk magang selama 3 bulan di PT. Etana Biotechnology di Jakarta Timur. Aku merasa sangat bersyukur karena di usiaku yang masih muda, aku sudah bisa mendapat kesempatan untuk mencoba masuk ke dalam dunia kerja. Selama di Etana, aku bekerja di bawah departemen IT, dan aku senang karena aku bisa belajar banyak dari yang sudah berpengalaman, dan tidak cuman itu, tapi mereka juga welcome dan sangat terbuka jika dimintai bantuan. Di Etana, yang awalnya aku cuman bisa programming bagian front-end, aku sekarang sudah mengenal bagian dari back-end, dan sudah bisa menuju full-stack programming dalam sektor website developer.

Dan dari BIM ini, aku bersyukur bisa diterima di beberapa universitas top di dunia, seperti University of Sydney, Monash University, University of Queensland, Nanyang Technology University, National University of Singapore, dan Hong Kong University of Science and Technology. Dari semua itu aku menentukan untuk melanjutkan studiku di Hong Kong, karena aku melihat Hong Kong sebagai Asia’s melting pot, dimana berbagai macam orang dari seluruh penjuru dunia berkumpul disana, dan pastinya akan membuat pandanganku semakin luas lagi.

Kini, aku sudah menjadi bagian dari KEKL 24 dan sekarang melanjutkan studi di Hong Kong University of Science and Technology di School of Engineering + Artificial Intelligence. Aku kembali lagi mengulang dari nol, tak kenal siapa, dimana, dan apa, tapi berkat pembinaan dari beasiswa ini aku sudah bersiap untuk menempuh petualangan baru. Perjuangan yang aku rasakan selama pembinaan tidaklah sia-sia. Jauh dari keluarga dan teman, bersusah payah untuk tekun dan giat belajar, semua itu menjadi tempaan bagiku untuk mempersiapkan aku ke jenjang berikutnya. Aku percaya bahwa keputusanku sudah tepat. Aku sekarang bersyukur karena aku bisa berkuliah di luar negeri dengan full beasiswa dari pemerintah, tanpa membebani orang tuaku.